Belum Kenyang Jika Belum Makan Nasi, Ini Alasannya!

Belum Kenyang Jika Belum Makan Nasi, Ini Alasannya!

Slogan "Belum Kenyak Jika Belum Makan Nasi" sering kita dengar sejak dahulu. Aku baru percaya setelah mengalaminya ketika melakukan perjalanan bisnis pertama kali ke Eropa.



Mendapat undangan dari sebuah asosiasi di Swiss untuk mengikuti pameran lukis, aku sambut dengan suka cita. Tiba-tiba teringat makanannya. Menurut cerita di film, mereka tidak makan nasi, sayur asem, ikan asin, sambel terasi, tumis kangkung, apalagi petai dan jengkol.

Aah kata suamiku sih, "Pikiran ndesonya simpen sek, latihan sarapan roti!"

Wah ini bukan masalah roti, ndeso atau kota. Nasi telah menjadi makanan pokok sejak kecil, maka sulit untuk melepaskannya, kita seperti kecanduan dengan nasi. Hal ini dibenarkan Christine Gerbstadt, pakar kesehatan diet dari American Dietetic Association. Dia menyebutkan bahwa karbohidrat yang kaya gula mampu membuat tubuh kita menjadi ketagihan.

akar kesehatan dari Boston Children's Hospital yang ada di Amerika Serikat pada tahun 2013 melakukan penelitian dan faktanya menunjukkan makanan yang memiliki indeks glikemik yang tinggi bisa menyebabkan kecanduan.

Makanan itu bukan saja nasi, makanan lain seperti kentang, roti putih, makanan karbohidrat yang kaya akan gula bisa menyebabkan kecanduan. Hanya saja karena nasi menjadi makanan pokok sejak kecil akan lebih terasa efek kecanduannya. Berbeda dengan kentang, walaupun kentang termasuk kepada karbohidrat, tidak menyebabkan ketagihan karena sudah dianggap makanan pendamping nasi dengan berbagai olahan.

Karbohidrat yang memiliki rasa manis seperti pada nasi ternyata bisa merangsang tubuh untuk melepas hormon serotonin yang mampu membuat suasana hati membaik sekaligus menurunkan rasa sedih dan depresi. Hal ini berarti, mengkonsumsi makanan kaya karbohidrat seperti nasi selain menyebabkan kecanduan juga akan membuat kita berbahagia. (doktersehat.com)

Aku lanjutkan kisah piluku bersama nasi.

Menempuh perjalanan panjang kurang lebih 23 jam dan transit di dua bandara yakni di Jakarta dan Dubai, sangat melelahkan. Namun, karena di pesawat dan ruang tunggu/laounge khusus penumpang bisnis, kami masih makan nasi, semangat sepertinya bangkit lagi, badan jadi bugar, dan fit kembali.

Selama empat hari sejak kedatangan di tanah Austria, nasi tidak pernah aku lihat. Ketika breakfast tidak ada nasi goreng, bubur ayam, nasi kuning apalagi nasi pecel. Dengan lemah lembut aku selalu membujuk perutku yang selalu protes minta sambel terasi, ikan asin, nasi putih.

Sarapan kentang satu piring, roti, telur rebus, susu, rasanya perut masih kempes. Sebelum meninggalkan restoran aku suka menyelipkan dua butir telur ke dalam saku rok untuk ganjal perut. Jangan ditiru ya! Eh tapi sebelumnya aku sudah izin minta telur ke waiter. He he cari alasan.

Hari kelima ketika puncak acara yaitu pameran, tiba-tiba ada seseorang yang menegur dengan sopan dan ramah. Aku seperti mengenal gayanya. Maksudnya gaya umum orang priangan yang ramah.

"Hallo, kalian dari Indonesia? Perkenalkan saya Dubes Indonesia untuk Austria!"

Waahhh kejutan besar, kami datang ke Vienna bukan diundang oleh kedutaan. Tiba-tiba kedutaan memberi perhatian istimewa dengan menghadiri acara asosiasi. Usut demi usut dari hasil ngobrol bareng. Beliau dapat undangan pula dari asosiasi.

Pertemuan tidak sampai di tempat pameran saja, setelah memberi nama hotel yakni Hilton Vienna. Pak Dubes, Rachmat Budiman, mengundang kami makan siang melalui sekretarisnya yang menjemput di hotel.

"Bapak sudah menunggu di restoran!"

Insting ndesoku bangkit berharap diajak makan nasi, penghuni perut mulai ramai mendengar kata restoran, hihi ….

Restoran yang mewah, kata Pak Rachmat ini milik orang Asia, Thailand.

"Adakah nasi di sini, Pak, sudah empat hari kami tidak makan nasi!" kataku malu-malu kucing.

"Saya tahu pasti belum pada makan nasi, sebetulnya mau diajak ke restoran Indonesia, kebetulan dia tutup, tapi tenang di restoran Asia ada juga nasi."

Kalau ada yang memperhatikan wajahku berbunga-bunga, pasti ikut berbunga juga, walaupun saat itu bukan musim semi. Bagaimana tidak, makanan khas kampung halamanku tertata rapih di meja panjang. Nasi putih, ayam goreng, gurame goreng, opor tahu, baso, tumis touge, tumis kangkung, yang tidak ada tumis mantan kali ya. Hehe…

Menjelang sore kami pamit, lagi-lagi jurusku keluar SMP "Sudah Makan Pulang" pulang ke hotel maksudnya. Kalau pulang ke Madiun belum boleh karena acara belum selesai.

Berbicara tentang Madiun yang dijuluki sebagai kota pendekar, tentu banyak jurus yang dikuasi. Begitu juga dengan diriku, walaupun bukan pendekar kalau jurus bungkus-bungkus makanan ahlinya.

"Maaf Pak, dari pada makanan di meja ini mubazir, boleh minta dibungkus untuk makan malam nanti!"

Jurus tebal muka memang ampuh, satu duz berisi makanan diberikan oleh seorang waiter, hingga lemari es yang ada dikamar hotel penuh.

Makanan yang banyak tidak aku makan sendiri, jam 11 malam waktu Vienna. Makanan itu aku bagikan kepada teman-teman. Pagi hari aku suguhkan kepada teman juga yang datang ke kamar hotel mengadu kalau restoran hotel telah bersih.

Iya tentu bersih, temanku sarapan jam 10.00 siang. Restoran sudah dibersihkan dan berganti menu makan siang pukul 12.00.

Rasulullah saw., menganjurkan umatnya untuk tidak berlebihan dalam makan dan minum karena akan mengganggu ibadah dan kesehatan kita. Dengan perut kekenyangan tentu akan sangat sulit untuk melakukan gerakan salat atau ibadah lain.

Salam sehat sahabatku semua,
Categories : Informasi

Share This

Related Posts

No comments:

Post a Comment