Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-`Ankabūt(29):2-3)
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan [al-Anbiyâ'/21 : 35]
Jika seseorang sedang sibuk mengerjakan tes ujian masuk sebuah universitas, tentunya ia tidak akan banyak berbicara dengan teman-teman satu ruangannya selama ujian. Ia tidak mungkin membicarakan teman disampingnya yang terlihat kesulitan menjawab soal ujian atau terlalu santai dalam mengerjakan soal. Begitu juga hidup ini, kita tidak memiliki banyak waktu untuk menggunjingkan setiap aib atau kelakukan buruk seseorang. Karena kita tahu bahwa kita memiliki ujian kita sendiri yang belum tentu telah kita selesaikan secara sempurna.
"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian". (QS. Al-Muddatstsir(74):42-47)
Kita pun tidak boleh lelah dalam beramal dan berbuat kebaikan. Karena kita tidak tahu apakah amalan kita diterima atau tidak. Berapa banyak amalan kita yang diterima dan berapa banyak amalan kita yang tertolak. Sebagaimana kita tidak tahu jumlah jawaban yang benar dari soal ujian yang telah kita kerjakan.
Bahkan mereka yang sedang mengerjakan soal ujian, merasa gugup dan tegang padahal mereka mengetahui lama waktu pengerjaan soal. Sedangkan kita sendiri, merasa santai dan berleha-leha padahal kita sendiri tidak tahu berapa lama kita masih bertahan di dunia yang fana, berapa lama sisa waktu kita untuk menyelesaikan ujian hidup kita, dan berapa lama waktu yang ada untuk mempersiapkan bekal untuk perjalanan berikutnya.
Sibukkanlah diri kalian dengan ujian kalian sendiri. Jika mereka saja merasa kesulitan dalam menyelesaikan ujian ini, lalu mengapa kita lantas merasa tenang? Apakah kesuksesan duniawi dan jumlah harta yang dimiliki adalah tolak ukur dalam keberhasilan penyelesaian ujian hidup kita? Banyak orang yang berhasil dalam menyelesaikan ujian hidup berupa kemiskinan, ia berdoa kepada Sang Pencipta, berserah diri serta beribadah hanya semata-mata mengharap keridhoan-Nya.
Namun banyak pula orang yang gagal dalam menjalani ujian berupa kekayaan, kenikmatan hidup, dan kesuksesan. Mereka lupa terhadap siapa yang menciptakan mereka, siapa yang memberikan banyak kenikmatan kepada mereka, bahkan mereka lupa bahwa mereka sendiri sedang diuji oleh Yang Maha Kuasa.
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah):155
Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. (QS. 'Āli `Imrān(3):186)
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS.Al-'Anfāl (8) : 28)
Jangan mengawasi orang lain.
Jangan mengintai geraknya.
Jangan membuka aibnya.
Jangan menyelidikinya.
Sibuklah dengan diri kalian.
Perbaiki aibmu,
Karena kamu akan ditanya (Allah) tentang dirimu, bukan tentang orang lain.
-Ali bin Abi Thalib-
7 Alasan Kenapa Sebaiknya Jangan Ikut Campur Kehidupan Orang Lain
Kalau ngomongin tentang Indonesia itu nggak lengkap rasanya kalau kita nggak ngebahas tentang kebiasaan masyarakatnya (termasuk kamu) yang suka ngurusin kehidupan orang lain. Mungkin ini kali ya yang jadi salah satu alasan kenapa media sosial itu begitu laris bagi penduduk Indonesia. Udah pada kepoan tentang kehidupan orang lain, terus berlanjut pengen sok-sok ngurusin dan kemudian sampailah pada level pengen ikut campur. Kalau kamu pernah dan sering ikut campurin kehidupan orang, mending kamu insyaf deh karena...
1. Urusan Kamu Kan Udah Banyak
Ngapain sih kamu pake ngurus-ngurusin kehidupannya orang lain. Sementara kamu kan punya kehidupan sendiri dengan segala permasalahannya. Ya, kecuali pekerjaan kamu itu konsultan, psikolog atau motivator gitu baru boleh lah kamu sedikit ngasih saran buat kehidupan orang lain. Kalau bukan ya nggak usah sih ikut campurin urusannya orang. Gini ya, MBDC minta kamu untuk nggak usah ngurusin dan ikut campur kehidupan orang lain itu bukan berarti MBDC minta kamu jadi orang yang cuek dan antipati. Ngasih tau orang untuk berbuat baik dan menjauhi hal-hal negatif sih boleh aja, tapi jangan ikut campur dalam permasalahan pribadi orang lain sementara kamu nggak diminta untuk terlibat di dalamnya. Daripada kamu ngurusin masalah orang kan mending kamu urusin hidup kamu, daripada ntar...
2. Jadi Pusing Sendiri
Kamu aja ngurusin kehidupan kamu udah keteteran dan sering ngeluh, ini pake acara ngurusin kehidupannya orang lain. Yang ada kamu bakalan jadi pusing sendiri karena dengan ikut ngurusin masalah yang sebenarnya bukan dalam wilayah kamu buat ikut campur. Nah kalau kamu nggak diminta ikut ngurusin masalah tersebut ya mending kamu melipir aja pergi ke tempat pijit buat ngilangin rasa penat, pusing dan cenut-cenut yang sempat menghinggapi kepala kamu.
3. Kamu Nggak Ada Kemajuan
Dengan ngurusin kehidupan orang lain, itu nggak akan merubah apapun dalam kehidupan kamu. Karena fokus kamu itu cuma tentang kehidupan dan permasalahan orang lain, sementara hidup kamu sendiri stuck di situ-situ aja. Coba deh renungin kenapa selama ini karir kamu nggak naik-naik? Usaha kamu nggak berkembang atau prestasi kamu biasa-biasa aja. Itu semua karena kamu terlalu sibuk ngurusin segala masalah yang sebenernya bukan permasalahan kamu.
4. Nanti Jatuhnya Malah Gosip
Ketika kamu mulai kepo dan ngurusin permasalahan orang lain, maka akan ada kecenderungan bagi kamu untuk nyeritain masalah tersebut dengan orang lainnya lagi. Kamu tau nggak kalau kegiatan kamu nerus-nerusin cerita berantai gitu ntar bisa malah jadi gosip. Nah kalau berita yang asalnya dari kamu itu udah berkembang menjadi gosip, kamunya bisa apa coba? Tanggung jawab seperti apa yang bisa kamu lakukan sama orang yang udah jadi bahan gosip itu. Palingan kamu cuma bisa minta maaf dan itu juga nggak bakalan ngerubah keadaan. Karena apabila sebuah gosip itu sudah dihembuskan, dia nggak akan bisa ditarik kembali. Nah lo!
5. Yang Kamu Urusin Juga Belum Tentu Seneng
Apa selama ini kamu ngerasa dengan ikut ngurusin kehidupan orang lain tingkat kekerenan yang ada pada diri kamu itu bakalan meningkat? Salah besar tau. Karena dengan ikut campurin permasalahan orang lain itu kamu bakalan dianggap sebagai orang kepo nan rese yang cuma gangguin hidupnya orang. Mungkin niat kamu sih baik dengan berusaha nyariin jalan keluar dari permasalahan orang tersebut. Tapi kalau kamu bergerak sok tau sendiri tanpa koordinasi dan persetujuan yang bersangkutan sih bisa-bisa orang yang kamu bantuin itu bakalan marah besar.
6. Bisa Memicu Konflik yang Lebih Besar
Kalau orang yang kamu bantuin itu marah besar sama kamu, bisa aja hal itu bakalan memicu konflik yang lebih besar. Secara kamu tau sendiri kan pemikiran yang ada pada tiap orang itu berbeda-beda. Nah perbedaan cara berpikir inilah yang harus kamu hargai dengan tidak ikut mencampuri masalah-masalah individu lain. Kalau tiba-tiba kamu nyemplung gitu aja, yang ada bukan ikut nyelesaiin tapi malah nambah ruwet masalah tersebut. Inget bahwa pemikiran orang itu berbeda-beda dalam menyikapi sebuah hal, jangan kamu maksain cara pandang kamu ke orang lain.
7. Belum Tentu Kamu Tau Masalah yang Sebenarnya
Kamu sebagai orang luar atau bahkan sahabatnya sekalipun, belum tentu kamu tau masalah yang sebenernya terjadi sama orang tersebut. Yang bisa kamu lakukan sih cuma dengerin (kalau kamu dicurhatin) dan kasih saran aja. Biarkan orang tersebut yang menimbang-nimbang kembali keputusan apa yang akan dia ambil. Tapi kalau yang bersangkutan nggak mau cerita ya udah jangan dipaksa. Karena terpaksa itu cuma menimbulkan luka.
No comments:
Post a Comment